Kamis, 17 Januari 2013

Keutamaan Zikir dan Do'a

Keutamaan Zikir

1. Apabila kamu melewati taman-taman surga makan dan minumlah sampai kenyang. Para sahabat lalu bertanya, "Apa yang dimaksud taman-taman surga itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Kelompok zikir (Kelompok orang yang berzikir atau majelis taklim)." (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
2. Menyebut-nyebut Allah adalah suatu penyembuhan dan menyebut-nyebut tentang manusia adalah penyakit (artinya penyakit akhlak). (HR. Al-Baihaqi)
3. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, kalau kamu selamanya bersikap seperti saat kamu ada bersamaku dan mendengarkan zikir, pasti para malaikat akan bersalaman dengan kamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalan yang kamu lalui. Tetapi, wahai Handhalah (nama seorang sahabat) kadangkala begini dan kadangkala begitu. (Beliau mengucapkan perkataan itu kepada Handhalah hingga diulang-ulang tiga kali). (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
4. Rasulullah Saw menyebut-nyebut Allah setiap waktu (saat). (HR. Muslim)

5. Perumpamaan orang yang berzikir kepada Robbnya dan yang tidak, seumpama orang hidup dan orang mati. (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Nyanyian dan permainan hiburan yang melalaikan menumbuhkan kemunafikan dalam hati, bagaikan air menumbuhkan rerumputan. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, sesungguhnya Al Qur'an dan zikir menumbuhkan keimanan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan rerumputan. (HR. Ad-Dailami)
7. Dua kalimat ringan diucapkan lidah, berat dalam timbangan dan disukai oleh (Allah) Arrohman, yaitu kalimat:  "Subhanallah wabihamdihi, subhanallahil 'Adzhim" (Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha suci Allah yang Maha Agung). (HR. Bukhari)

8. Ada empat perkara, barangsiapa memilikinya Allah akan membangun untuknya rumah di surga, dan dia dalam naungan cahaya Allah yang Maha Agung. Apabila pegangan teguhnya  "Laailaha illallah". Jika memperoleh kebaikan dia mengucapkan  "Alhamdulillah", jika berbuat salah (dosa) dia mengucapkan  "Astaghfirullah" dan jika ditimpa musibah dia berkata  "Inna lillahi wainna ilaihi roji'uun." (HR. Ad-Dailami)
9. Maukah aku beritahu amalanmu yang terbaik, yang paling tinggi dalam derajatmu, paling bersih di sisi Robbmu serta lebih baik dari menerima emas dan perak dan lebih baik bagimu daripada berperang dengan musuhmu yang kamu potong lehernya atau mereka memotong lehermu? Para sahabat lalu menjawab, "Ya." Nabi Saw berkata,"Zikrullah." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

10. Menang pacuan "Almufarridun". Para sahabat bertanya, "Apa Almufarridun itu?" Nabi Saw menjawab, "Laki-laki dan wanita-wanita yang banyak berzikir kepada Allah." (HR. Muslim)

Penjelasan:
Almufarid ialah orang yang gemar zikrullah dan selalu mengamalkannya dan tidak peduli apa yang dikatakan atau diperbuat orang terhadapnya.
11. Seorang sahabat berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak bagiku. Beritahu aku sesuatu yang dapat aku menjadikannya pegangan." Nabi Saw berkata, "Biasakanlah lidahmu selalu bergerak menyebut-nyebut Allah (zikrullah)." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
12. Sebaik-baik zikir dengan suara rendah dan sebaik-baik rezeki yang secukupnya. (HR. Abu Ya'la)
Penjelasan:
Rezeki yang secukupnya artinya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan dan tidak berlebih-lebihan.
13. Di antara ucapan tasbih Rasulullah Saw ialah :
"Maha suci yang memiliki kerajaan dan kekuasaan seluruh alam semesta, Maha suci yang memiliki kemuliaan dan kemahakuasaan, Maha suci yang hidup kekal dan tidak mati." (HR. Ad-Dailami)

14. Aku bertanya, "Ya Rasulullah, apa keuntungan dan keberuntungan yang diperoleh dari majelis zikir (majelis taklim)?" Nabi Saw menjawab, "Keuntungan dan keberuntungan yang diperoleh dari majelis zikir (majelis taklim) ialah surga." (HR. Ahmad)
15. Tiada amal perbuatan anak Adam yang lebih menyelamatkannya dari azab Allah daripada zikrullah. (HR. Ahmad)
16. Wahai Aba Musa, maukah aku tunjukkan ucapan dari perbendaharaan surga? Aku menjawab, "Ya." Nabi berkata,  "La haula wala Quwwata illa billah." (Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." (HR. Ibnu Hibban dan Ahmad)


Keutamaan Do'a

1. Do'a adalah otaknya (sumsum / inti nya) ibadah. (HR. Tirmidzi)
2. Do'a adalah senjata seorang mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi. (HR. Abu Ya'la)
3. Akan muncul dalam umat ini suatu kaum yang melampaui batas kewajaran dalam berthaharah dan berdoa. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Penjelasan:
Yakni berdoa atau mohon kepada Allah untuk hal-hal yang tidak mungkin dikabulkan karena berlebih-lebihan atau untuk sesuatu yang tidak halal (haram).
4. Do'a seorang muslim untuk kawannya yang tidak hadir dikabulkan Allah. (HR. Ahmad)
5. Jangan mendo'akan keburukan (mengutuk) dirimu atau anak-anakmu atau pelayan-pelayanmu (karyawan-karyawanmu) atau harta-bendamu, (karena khawatir) saat itu cocok dikabulkan segala permohonan dan terkabul pula do'amu. (Ibnu Khuzaimah)
6. Rasulullah Saw ditanya, "Pada waktu apa do'a (manusia) lebih didengar (oleh Allah)?" Lalu Rasulullah Saw menjawab, "Pada tengah malam dan pada akhir tiap shalat fardhu (sebelum salam)." (Mashabih Assunnah)
7. Do'a yang diucapkan antara azan dan iqomat tidak ditolak (oleh Allah). (HR. Ahmad)
8. Bermohonlah kepada Robbmu di saat kamu senang (bahagia). Sesungguhnya Allah berfirman (hadits Qudsi): "Barangsiapa berdo'a (memohon) kepada-Ku di waktu dia senang (bahagia) maka Aku akan mengabulkan do'anya di waktu dia dalam kesulitan, dan barangsiapa memohon maka Aku kabulkan dan barangsiapa rendah diri kepada-Ku maka aku angkat derajatnya, dan barangsiapa mohon kepada-Ku dengan rendah diri maka Aku merahmatinya dan barangsiapa mohon pengampunanKu maka Aku ampuni dosa-dosanya." (Ar-Rabii')

9. Ada tiga orang yang tidak ditolak do'a mereka: (1) Orang yang berpuasa sampai dia berbuka; (2) Seorang penguasa yang adil; (3) Dan do'a orang yang dizalimi (teraniaya). Do'a mereka diangkat oleh Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, "Demi keperkasaanKu, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera." (HR. Tirmidzi)
10. Barangsiapa tidak (pernah) berdo'a kepada Allah maka Allah murka kepadanya. (HR. Ahmad)
11. Apabila kamu berdo'a janganlah berkata, "Ya Allah, ampunilah aku kalau Engkau menghendaki, rahmatilah aku kalau Engkau menghendaki dan berilah aku rezeki kalau Engkau menghendaki." Hendaklah kamu bermohon dengan kesungguhan hati sebab Allah berbuat segala apa yang dikehendakiNya dan tidak ada paksaan terhadap-Nya. (HR. Bukhari dan Muslim)
12. Hati manusia adalah kandungan rahasia dan sebagian lebih mampu merahasiakan dari yang lain. Bila kamu mohon sesuatu kepada Allah 'Azza wajalla maka mohonlah dengan penuh keyakinan bahwa do'amu akan terkabul. Allah tidak akan mengabulkan do'a orang yang hatinya lalai dan lengah. (HR. Ahmad)
13. Apabila tersisa sepertiga dari malam hari Allah 'Azza wajalla turun ke langit bumi dan berfirman : "Adakah orang yang berdo'a kepadaKu akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristighfar kepada-Ku akan Kuampuni dosa- dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepada-Ku akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?" Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (subuh). (HR. Ahmad)
14. Tidak ada yang lebih utama (mulia) di sisi Allah daripada do'a. (HR. Ahmad)

15. Tiga macam do'a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do'a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
16. Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Murah hati. Allah malu bila ada hambaNya yang menengadahkan tangan (memohon kepada-Nya) lalu dibiarkannya kosong dan kecewa. (HR. Al Hakim)
17. Tiada seorang berdo'a kepada Allah dengan suatu do'a, kecuali dikabulkanNya, dan dia memperoleh salah satu dari tiga hal, yaitu dipercepat terkabulnya baginya di dunia, disimpan (ditabung) untuknya sampai di akhirat, atau diganti dengan mencegahnya dari musibah (bencana) yang serupa. (HR. Ath-Thabrani)
18. Barangsiapa mendo'akan keburukan terhadap orang yang menzaliminya maka dia telah memperoleh kemenangan. (HR. Tirmidzi dan Asysyihaab)
19. Ambillah kesempatan berdo'a ketika hati sedang lemah-lembut karena itu adalah rahmat. (HR.Ad-Dailami)
20. Ali Ra berkata, "Rasulullah Saw lewat ketika aku sedang mengucapkan do'a : "Ya Allah, rahmatilah aku". Lalu beliau menepuk pundakku seraya berkata, "Berdoalah juga untuk umum (kaum muslimin) dan jangan khusus untuk pribadi. Sesungguhnya perbedaan antara doa untuk umum dan khusus adalah seperti bedanya langit dan bumi." (HR. Ad-Dailami)
21. Berlindunglah kepada Allah dari kesengsaraan (akibat) bencana dan dari kesengsaraan hidup yang bersinambungan (silih berganti dan terus-menerus) dan suratan takdir yang buruk dan dari cemoohan lawan-lawan. (HR. Muslim)
22. Tidak ada manfaatnya bersikap siaga dan berhati-hati menghadapi takdir, akan tetapi do'a bermanfaat bagi apa yang diturunkan dan bagi apa yang tidak diturunkan. Oleh karena itu hendaklah kamu berdoa, wahai hamba-hamba Allah. (HR. Ath-Thabrani)
23. Barangsiapa ingin agar do'anya terkabul dan kesulitan-kesulitannya teratasi hendaklah dia menolong orang yang dalam kesempitan. (HR. Ahmad)

Sabtu, 12 Januari 2013

Pendapat tentang Maulid Nabi saw


Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid 

1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw
datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10
Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari
ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa
sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak
atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah
yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca
Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman
Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH  PADA ORANG
ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al
Imran 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832
dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra  Juz 9 hal.300), dan telah
diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau
saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah
beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada
Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan
membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan
tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara, menjamu dengan makanan makanan dan yang serupa itu untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang
sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan  nama : “Husnulmaqshad fii
‘amalilmaulid”.

3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang
diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan
kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw
dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam
kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif  :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa
keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam
senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku
atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih
Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka
mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana
dengan muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka
demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia
akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam
kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy  :
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil
hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf  hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan
bersedekah  pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan
pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
Dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah  salah satu bid’ah hasanah
adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
Dengan karangan maulidnya yang terkenal ”al aruus”  juga beliau berkata tentang
pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita
gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacany
serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
Dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami
berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd  orang yang menjadikan hari
kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yan
terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi 
Dengan karangan maulidnya yang bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri 
Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir 
Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : ”maulid ibn katsir”

 13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy 
Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
Telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al
lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy 
Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi  
Dengan maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy 
yang terkenal dengan ibn diba’ 
Dengan maulidnya addiba’i

18. Imam ibn hajar al haitsami 
Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri 
Mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dengan nama  tuhfa al basyar ala maulid ibn
hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’ 
Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
Dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
Dengan maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy 
Dengan maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy 
Dengan maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy 
Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani
Dengan maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
Dengan maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy  
Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi
Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

            Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang maulid
sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya
menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas jelas
meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam

Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid 

           Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam
dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa
risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yang
dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk
tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian
pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.
          Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang
dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk
majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan  gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya merupakan hal yang baik, dan
berkata Imam Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk,
dan Imam Nawawi yang berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa,
sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun adapula pendapat lain yang melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk
Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal
93)
            Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca
maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul
saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas  dari anggapan ruh Rasul saw
hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas
adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yang Rasul saw pernah
melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.

        Jauh berbeda bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita
menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan
kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita
shalat pun kita tak melihat beliau saw.
          Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam
Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan
Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang padanya dibacakan puji
pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk
Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan mereka  itu sebagai panutan, dan
berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yang sunnah,
(berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yang terncantum pada Bab Bid’ah) yaitu
bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah, 
          Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh
dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah Al
Halabiyah Juz 1 hal 137)
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk
Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yang
diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul
saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan
mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan
risalah pada ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan
ada yang mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara
membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap
muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum  syariah), karena hal ini
merupakan hal yang mustahab (yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa
“Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab
kewajiban dengannya maka hukumnya wajib. 
         Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa  menutup aurat dalam shalat
hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita
akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu
dipakai untuk melaksanakan shalat yang wajib .
        Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan  membuat kantong baju
hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju
kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh
siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena
diperlukan untuk menaruh siwak yang hukumnya sunnah.
           Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan  Tablig dan Dakwah, dan
dakwah merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan
ummat sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang
Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah
dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena
menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta
silaturahmi.
             Sebagaimana penulisan Alqur’an yang merupakan hal yang tak perlu dizaman nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai
banyak yang membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah
banyaknya para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat,
walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang
muslimin yang awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yang
masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati
dan kejernihan, amiin.

Peringatan Mauliod Nabi saw


         Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa
kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya
akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan
pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan
kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
        Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya 
Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya,
dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits
no.4177)
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas
kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang  keluar dari Bunda Nabi saw
hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah  (Fathul Bari Almasyhur
juz 6 hal 583) 
           Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat
melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya
menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) 
Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14
buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang
1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
           Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini
muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran
Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat
salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw 
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu
adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162).
dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal dengan puasa.
            Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan
beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw.
Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh
boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi
beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.
Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat
umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah..
bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1
januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian
pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia
tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak
memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat
ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak  mmerintahkan umroh pada 1
januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa
boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
 menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai
tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka
jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian pada hari kelahiran beliau
saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw  

Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu  wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka
Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi
saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang,
dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan
dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain hadits no.5417)

Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran Nabi saw

Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan
Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di
neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits
no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul
baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau  menguranginya menurut
kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira
dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
          Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi
orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas
kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya
menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam
dan mereka tak mengingkarinya.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid 

         Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar 
ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yang
lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu
Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata :
“betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram,
sebagaimana beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan syair di masjid,
namun jelaslah bahwa yang dilarang adalah syair syair yang membawa pada Ghaflah,
pada keduniawian, namun syair syair yang memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw
sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan
bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia
berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058,
sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat
yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci
hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz
8 hal 337).


Senin, 07 Januari 2013

Kisah wali songo Bag 2


        Di luar Wali Songo, ada puluhan tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang juga dianggap
sebagai wali. Hanya, biasanya mereka berkuasa di kawasan tak seberapa luas. Sunan
Tembayat, misalnya, dikenal sebagai pedakwah di Tembayat, sebuah wilayah kecamatan di
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ia dilegendakan sebagai murid Sunan Kalijaga.
Sunan Tembayat adalah Adipati Semarang yang termasyhur dengan nama Ki Ageng
Pandanarang. Berdasarkan cerita babad yang dikutip H.J. De Graaf dan T.H. Pigeuad,
Pandanaran meninggalkan singgasananya lantaran gandrung akan ajaran Islam yang
disampaikan Sunan Kalijaga. Pada 1512, Pandanarang menyerahkan tampuk pemerintahan
kepada adik laki-lakinya.
”Ia bersama istrinya mengundurkan diri dari dunia ramai,” tulis De Graaf dan Pigeaud dalam
buku Kerajaan Islam Pertama di Jawa. ”Pasangan bangsawan Jawa ini berkelana mencari
ketenangan batin, sembari berdakwah,” kedua pakar sejarah dari Universitas Leiden, Negeri
Belanda, itu menambahkan.
Usai bertualang, Pandanarang dan istrinya bekerja pada seorang wanita pedagang beras di
Wedi, Klaten. Akhirnya ia menetap di Tembayat sebagai guru mengaji. Di sana selama 25
tahun, Pandanarang hidup sebagai orang suci dengan sebutan Sunan Tembayat. Ia wafat pada
1537 dan dimakamkan di situ. Bangunan kompleks makam Sunan Tembayat terbuat dari batu
berukir, menyerupai bentuk Candi Bentar di Jawa Timur dan pura di Bali.
Pada prasasti makam Sunan Tembayat tertulis, makam ini pertama kali dipugar pada 1566 oleh
Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya. ”Kemudian, pada 1633, Sultan Agung dari Mataram
memperluas dan memperindah bangunan makam Tembayat,” tulis De Graaf. Cerita tutur
tentang kesaktian orang suci dari Semarang yang dimakamkan di Tembayat ini, menurut De
Graaf, sudah beredar luas di kalangan masyarakat Jawa sejak pertengahan abad ke-17.
Kisah ini ternukil di naskah klasik karya Panembahan Kajoran dari Yogyakarta, yang ditulis
pada 1677. Naskah tersebut pertama kali diteliti oleh D.A. Rinkes pada 1909. Dan kini, bukti
sejarah itu tersimpan di Museum Leiden, Negeri Belanda. ”Dengan begitu, legenda itu punya
inti kebenaran,” tulis De Graaf, yang dijuluki ”Bapak Sejarah Jawa”.
          Selain Sunan Tembayat –menurut versi Babad Tanah Jawi– Sunan Kalijaga juga punya murid
lain, Sunan Geseng namanya. Nama asli petani penyadap nira ini adalah Ki Cokrojoyo. Alkisah
dalam pengembaraannya, Sunan Kalijaga terpikat suara merdu Ki Crokro yang bernyanyi
setelah menyadap nira.
Kalijaga meminta Ki Cokro mengganti syair lagunya dengan zikir kepada Allah. Ketika Ki Cokro
berzikir, mendadak gula yang ia buat dari nira itu berubah jadi emas. Petani ini heran bukan
kepalang. Ia ingin berguru kepada Sunan Kalijaga. Untuk menguji keteguhan hati calon
muridnya, Sunan Kalijaga menyuruh ki Cokro berzikir tanpa berhenti, sebelum ia datang lagi.
Setahun kemudian, Sunan Kalijaga teringat Ki Cokro. Sang aulia memerintahkan
murid-muridnya mencari Ki Cokro, yang berzikir di tengah hutan. Mereka kesulitan
menemukannya, karena tempat berzikir ki Cokro telah berubah menjadi padang ilalang dan
semak belukar. Syahdan, setelah murid-murid Sunan Kalijaga membakar padang ilalang,
tampaklah Ki Cokro sujud ke kiblat.
Tubuhnya hangus, alias geseng, dimakan api. Tapi, penyadap nira ini masih bugar, mulutnya
berzikir komat-kamit. Sunan Kalijaga membangunkannya dan memberinya nama Sunan
Geseng. Ia menyebarkan agama Islam di Desa Jatinom, sekitar 10 kilometer dari kota Klaten
arah ke utara. Penduduk Jatinom mengenal Sunan Geseng dengan sebutan Ki Ageng Gribik.
Julukan itu berangkat dari pilihan Sunan Geseng untuk tinggal di rumah beratap gribik
–anyaman daun nyiur. Menurut legenda setempat, ketika Ki Ageng Gribik pulang dari
menunaikan ibadah haji, ia melihat penduduk Jatinom kelaparan. Ia membawa sepotong kue
apem, dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan. Semuanya kebagian.
Kia Ageng Gribik meminta warga yang kelaparan makan secuil kue apem seraya mengucapkan
zikir: Ya-Qowiyyu (Allah Mahakuat). Mereka pun kenyang dan sehat. Sampai kini, masyarakat
Jatinom menghidupkan legenda Ki Ageng Gribik itu dengan menyelenggarakan upacara
”Ya-Qowiyyu” pada setiap bulan Syafar.
Warga membikin kue apem, lalu disetorkan ke masjid. Apem yang terkumpul jumlahnya
mencapai ratusan ribu. Kalau ditotal, beratnya sekitar 40 ton. Puncak upacara berlangsung usai
salat Jumat. Dari menara masjid, kue apem disebarkan para santri sambil berzikir,
Ya-Qowiyyu…. Ribuan orang yang menghadiri upacara memperebutkan apem ”gotong royong”
itu.Kisah Ki Ageng Gribik hanyalah satu dari sekian banyak mitos tentang para wali. Legenda
keagamaan yang ditulis babad, menurut De Graaf, sedikit nilai kebenarannya. Hanya yang
mengenai wali-wali terkemuka, katanya, ada kepastian sejarah yang cukup kuat. Makam
mereka masih tetap merupakan tempat yang sangat dihormati. Pada kurun abad ke-16 hingga
abad ke-17, keturunan para wali juga memegang peranan penting dalam sejarah politik Jawa.
SELAMA 40 hari, Raden Paku bertafakur di sebuah gua. Ia bersimpuh, meminta petunjuk Allah
SWT, ingin mendirikan pesantren. Di tengah hening malam, pesan ayahnya, Syekh Maulana
Ishak, kembali terngiang: ”Kelak, bila tiba masanya, dirikanlah pesantren di Gresik.” Pesan
yang tak terlalu sulit, sebetulnya.
Tapi, ia diminta mencari tanah yang sama persis dengan tanah dalam sebuah bungkusan ini.
Selesai bertafakur, Raden Paku berangkat mengembara. Di sebuah perbukitan di Desa
Sidomukti, Kebomas, ia kemudian mendirikan Pesantren Giri. Sejak itu pula Raden Paku
dikenal sebagai Sunan Giri. Dalam bahasa Sansekerta, ”giri” berarti gunung.
Namun, tak ada peninggalan yang menunjukkan kebesaran Pesantren Giri –yang berkembang
menjadi Kerajaan Giri Kedaton. Tak ada juga bekas-bekas istana. Kini, di daerah perbukitan itu
hanya terlihat situs Kedaton, sekitar satu kilometer dari makam Sunan Giri. Di situs itu berdiri
sebuah langgar berukuran 6 x 5 meter.
Di sanalah, konon, sempat berdiri sebuah masjid, tempat Sunan Giri mengajarkan agama
Islam. Ada juga bekas tempat wudu berupa kolam berukuran 1 x 1 meter. Tempat ini tampak
lengang pengunjung. ”Memang banyak orang yang tidak tahu situs ini,” kata Muhammad
Hasan, Sekretaris Yayasan Makam Sunan Giri, kepada GATRA.

          Syahdan, Pesantren Giri terkenal ke seluruh penjuru Jawa, bahkan sampai ke Madura,
Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Menurut Babad Tanah Jawi, murid Sunan Giri juga
bertebaran sampai ke Cina, Mesir, Arab, dan Eropa. Pesantren Giri merupakan pusat ajaran
tauhid dan fikih, karena Sunan Giri meletakkan ajaran Islam di atas Al-Quran dan sunah Rasul.
 Ia tidak mau berkompromi dengan adat istiadat, yang dianggapnya merusak kemurnian Islam.
Karena itu, Sunan Giri dianggap sebagai pemimpin kaum ”putihan”, aliran yang didukung
Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Tapi, Sunan Kalijaga menganggap cara berdakwah Sunan Giri
kaku. Menurut Sunan Kalijaga, dakwah hendaklah pula menggunakan pendekatan
kebudayaan.
Misalnya dengan wayang. Paham ini mendapat sokongan dari Sunan Bonang, Sunan Muria,
Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati. Perdebatan para wali ini sempat memuncak pada
peresmian Masjid Demak. ”Aliran Tuban” –Sunan Kalijaga cs– ingin meramaikan peresmian itu
dengan wayang. Tapi, menurut Sunan Giri, menonton wayang tetap haram, karena gambar
wayang itu berbentuk manusia.
Akhirnya, Sunan Kalijaga mencari jalan tengah. Ia mengusulkan bentuk wayang diubah:
menjadi tipis dan tidak menyerupai manusia. Sejak itulah wayang beber berubah menjadi
wayang kulit. Ketika Sunan Ampel, ”ketua” para wali, wafat pada 1478, Sunan Giri diangkat
menjadi penggantinya. Atas usulan Sunan Kalijaga, ia diberi gelar Prabu Satmata.
           Diriwayatkan, pemberian gelar itu jatuh pada 9 Maret 1487, yang kemudian ditetapkan sebagai
hari jadi Kabupaten Gresik. Di kalangan Wali nan Sembilan, Sunan Giri juga dikenal sebagai
ahli politik dan ketatanegaraan. Ia pernah menyusun peraturan ketataprajaan dan pedoman tata
cara di keraton. Pandangan politiknya pun dijadikan rujukan.
Menurut Dr. H.J. De Graaf, lahirnya berbagai kerajaan Islam, seperti Demak, Pajang, dan
Mataram, tidak lepas dari peranan Sunan Giri. Pengaruhnya, kata sejarawan Jawa itu, melintas
sampai ke luar Pulau Jawa, seperti Makassar, Hitu, dan Ternate. Konon, seorang raja barulah
sah kerajaannya kalau sudah direstui Sunan Giri.
Pengaruh Sunan Giri ini tercatat dalam naskah sejarah Through Account of Ambon, serta berita
orang Portugis dan Belanda di Kepulauan Maluku. Dalam naskah tersebut, kedudukan Sunan
Giri disamakan dengan Paus bagi umat Katolik Roma, atau khalifah bagi umat Islam. Dalam
Babad Demak pun, peran Sunan Giri tercatat.
           Ketika Kerajaan Majapahit runtuh karena diserang Raja Girindrawardhana dari Kaling Kediri,
pada 1478, Sunan Giri dinobatkan menjadi raja peralihan. Selama 40 hari, Sunan Giri
memangku jabatan tersebut. Setelah itu, ia menyerahkannya kepada Raden Patah, putra Raja
Majapahit, Brawijaya Kertabhumi.
Sejak itulah, Kerajaan Demak Bintoro berdiri dan dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di
Jawa. Padahal, sebenarnya, Sunan Giri sudah menjadi raja di Giri Kedaton sejak 1470. Tapi,
pemerintahan Giri lebih dikenal sebagai pemerintahan ulama dan pusat penyebaran Islam.
Sebagai kerajaan, juga tidak jelas batas wilayahnya.
Tampaknya, Sunan Giri lebih memilih jejak langkah ayahnya, Syekh Maulana Ishak, seorang
ulama dari Gujarat yang menetap di Pasai, kini Aceh. Ibunya Dewi Sekardadu, putri Raja Hindu
Blambangan bernama Prabu Menak Sembuyu. Kisah Sunan Giri bermula ketika Maulana Ishak
tertarik mengunjungi Jawa Timur, karena ingin menyebarkan agama Islam.
 Setelah bertemu dengan Sunan Ampel, yang masih sepupunya, ia disarankan berdakwah di
daerah Blambangan. Ketika itu, masyarakat Blambangan sedang tertimpa wabah penyakit.
Bahkan putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu, ikut terjangkit. Semua tabib tersohor tidak
berhasil mengobatinya.
          Akhirnya raja mengumumkan sayembara: siapa yang berhasil mengobati sang Dewi, bila
laki-laki akan dijodohkan dengannya, bila perempuan dijadikan saudara angkat sang dewi.
Tapi, tak ada seorang pun yang sanggup memenangkan sayembara itu. Di tengah
keputusasaan, sang prabu mengutus Patih Bajul Sengara mencari pertapa sakti.
Dalam pencarian itu, patih sempat bertemu dengan seorang pertapa sakti, Resi Kandayana
namanya. Resi inilah yang memberi ”referensi” tentang Syekh Maulana Ishak. Rupanya,
Maulana Ishak mau mengobati Dewi Sekardadu, kalau Prabu Menak Sembuyu dan
keluarganya bersedia masuk Islam. Setelah Dewi Sekardadu sembuh, syarat Maulana Ishak
pun dipenuhi.
Seluruh keluarga raja memeluk agama Islam. Setelah itu, Dewa Sekardadu dinikahkan dengan
Maulana Ishak. Sayangnya, Prabu Menak Sembuyu tidak sepenuh hati menjadi seorang
muslim. Ia malah iri menyaksikan Maulana Ishak berhasil mengislamkan sebagian besar
rakyatnya. Ia berusaha menghalangi syiar Islam, bahkan mengutus orang kepercayaannya
untuk membunuh Maulana Ishak.
 Merasa jiwanya terancam, Maulana Ishak akhirnya meninggalkan Blambangan, dan kembali ke
Pasai. Sebelum berangkat, ia hanya berpesan kepada Dewi Sekardadu –yang sedang
mengandung tujuh bulan– agar anaknya diberi nama Raden Paku. Setelah bayi laki-laki itu
lahir, Prabu Menak Sembuyu melampiaskan kebenciannya kepada anak Maulana Ishak dengan
membuangnya ke laut dalam sebuah peti.
Alkisah, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal dagang dari Gresik, yang sedang menuju
Pulau Bali. Bayi itu lalu diserahkan kepada Nyai Ageng Pinatih, pemilik kapal tersebut. Sejak
itu, bayi laki-laki yang kemudian dinamai Joko Samudro itu diasuh dan dibesarkannya.
Menginjak usia tujuh tahun, Joko Samudro dititipkan di padepokan Sunan Ampel, untuk belajar
agama Islam.
Karena kecerdasannya, anak itu diberi gelar ”Maulana `Ainul Yaqin”. Setelah bertahun-tahun
belajar, Joko Samudro dan putranya, Raden Maulana Makhdum Ibrahim, diutus Sunan Ampel
untuk menimba ilmu di Mekkah. Tapi, mereka harus singgah dulu di Pasai, untuk menemuiSyekh Maulana Ishak.Rupanya, Sunan Ampel ingin mempertemukan Raden Paku dengan ayah kandungnya. Setelah
belajar selama tujuh tahun di Pasai, mereka kembali ke Jawa. Pada saat itulah Maulana Ishak
membekali Raden Paku dengan segenggam tanah, lalu memintanya mendirikan pesantren di
sebuah tempat yang warna dan bau tanahnya sama dengan yang diberikannya.
Kini, jejak bangunan Pesantren Giri hampir tiada. Tapi, jejak dakwah Sunan Giri masih
membekas. Keteguhannya memurnikan agama Islam juga diikuti para penerusnya. Sunan Giri
wafat pada 1506 Masehi, dalam usia 63 tahun. Ia dimakamkan di Desa Giri, Kecamatan
Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.


..............Tamat ..............






Kisah wali songo Bag 1

           Senja hampir bergulir di Desa Gapuro, Gresik, Jawa Timur, menjelang bulan Ramadhan itu.
Tak ada angin. Awan seperti berhenti berarak. Batu pualam berukir kaligrafi indah itu terpacak
bagaikan saksi sejarah. Itulah nisan makam almarhum Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang
wafat pada 12 Rabiul Awal 822 Hijriah, atau 8 April 1419.
Di latar nisan itu tersurat ayat suci Al-Quran: surat Ali Imran 185, Ar-Rahman 26-27, At-Tauba
21-22, dan Ayat Kursi. Ada juga rangkaian kata pujian dalam bahasa Arab bagi Malik Ibrahim:
”Ia guru yang dibanggakan para pejabat, tempat para sultan dan menteri meminta nasihat.
Orang yang santun dan murah hati terhadap fakir miskin. Orang yang berbahagia karena mati
syahid, tersanjung dalam bidang pemerintahan dan agama.”
            Demikian terjemahan bebas inskripsi di nisan pualam makam berbangun lengkung menyerupa
kubah itu. Dalam beberapa sumber sejarah tradisional, Syekh Maulana Malik Ibrahim disebut
sebagai anggota Wali Songo, tokoh sentral penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Sejarawan
G.W.J. Drewes menegaskan, Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh yang pertama-tama
dipandang sebagai wali di antara para wali.
”Ia seorang mubalig paling awal,” tulis Drewes dalam bukunya, New Light on the Coming of
Islam in Indonesia. Gelar Syekh dan Maulana, yang melekat di depan nama Malik Ibrahim,
menurut sejarawan Hoessein Djajadiningrat, membuktikan bahwa ia ulama besar. Gelar
tersebut hanya diperuntukkan bagi tokoh muslim yang punya derajat tinggi.
Sekalipun Malik Ibrahim tidak termasuk dalam jajaran Wali Songo, masih menurut Hoessein,
jelas dia adalah seorang wali. Adapun istilah Wali Songo berasal dari kata ”wali” dan ‘’songo”.
Kata wali berasal dari bahasa Arab, waliyullah, orang yang dicintai Allah –alias kekasih Tuhan.
Kata songo berasal dari bahasa Jawa, yang berarti sembilan.
Ada wali yang termasuk anggota Wali Songo –yang terdiri dari sembilan orang– dan ada wali
yang bukan anggota ”dewan” Wali Songo. Konsep ”dewan wali” berjumlah sembilan ini diduga
diadopsi dari paham Hindu-Jawa yang berkembang sebelum masuknya Islam. Wali Songo
seakan-akan dianalogikan dengan sembilan dewa yang bertahta di sembilan penjuru mata
angin.
        Dewa Kuwera bertahta di utara, Isana di timur laut. Indra di timur, Agni di tenggara, dan Kama
di selatan. Dewa Surya berkedudukan di barat daya, Yama di barat, Bayu, atawa Nayu, di barat
laut, dan Siwa di tengah. Para wali diakui sebagai manusia yang dekat dengan Tuhan. Mereka
ulama besar yang menyemaikan benih Islam di Jawadwipa.
Figur para wali –sebagaimana dikisahkan dalam babad dan ”kepustakaan” tutur– selalu
dihubungkan dengan kekuatan gaib yang dahsyat. Namun, hingga sekarang, belum tercapai
”kesepakatan” tetang siapa saja gerangan Wali nan Sembilan itu. Terdapat beragam-ragam
pendapat, masing-masing dengan alasannya sendiri.
Pada umumnya orang berpendapat, yang terhisab ke dalam Wali Songo adalah: Syekh
Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik, Raden Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku
alias Sunan Giri, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, Raden Maulana Makdum Ibrahim
alias Sunan Bonang, Syarifuddin alias Sunan Drajat, Jafar Sodiq alias Sunan Kudus, Raden
Syahid alias Sunan Kalijaga, dan Raden Umar Sayid alias Sunan Muria.
Namun, komposisi Wali nan Sembilan ini juga punya banyak versi. Prof. Soekmono dalam
bukunya, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid III, tidak memasukkan Syekh
Maulana Malik Ibrahim dalam jajaran Wali Songo. Guru besar sejarah kebudayaan Universitas
Indonesia itu justru menempatkan Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah Abang, sebagai
anggota Wali Songo.
Sayang, Soekmono tak menyodorkan argumentasi mengapa Maulana Malik Ibrahim tidak
termasuk Wali Songo. Ia hanya menyebut Syekh Siti Jenar sebagai tokoh sangat populer. Siti
Jenar dihukum mati oleh Wali Songo, karena dinilai menyebarkan ajaran sesat tentang jubuhing
kawulo Gusti (bersatunya hamba dengan Tuhannya), yang dapat mengguncang iman orang
dan menggoyahkan syariat Islam.
          Selain itu, Wali Songo juga ditafsirkan sebagai sebuah lembaga, atau dewan dakwah. Istilah
sembilan dirujukkan dengan sembilan fungsi koordinatif dalam lembaga dakwah itu. Teori ini
diuraikan dalam buku Kisah Wali Songo; Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa karya
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid.
Kedua penulis itu merujuk pada kitab Kanz Al-’ulum karya Ibn Bathuthah. Mereka menjelaskan,
sebagai lembaga dewan dakwah, Wali Songo paling tidak mengalami lima kali pergantian
anggota. Pada periode awal, anggotanya terdiri dari Maulana Malik Ibrahim, Ishaq, Ahmad
Jumad Al-Kubra, Muhammad Al-Magribi, Malik Israil, Muhammad Al-Akbar, Maulana
Hasanuddin, Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Pada periode kedua, Raden Rakhmad (Sunan Ampel), Sunan Kudus, Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati), dan Sunan Bonang masuk menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Malik
Israil, Ali Akbar, dan Maulana Hasanuddin –yang wafat. Pada periode ketiga, masuk Sunan
Giri, menggantikan Ishaq yang pindah ke Pasai, Aceh, dan Sunan Kalijaga menggantikan
Syekh Subakir yang pulang ke Persia.
           Pada periode keempat, Raden Patah dan Fatullah Khan masuk jajaran Wali Songo. Kedua
tokoh ini menggantikan Ahmad Jumad Al-Kubra dan Muhammad Al-Magribi yang wafat. Sunan
Muria menduduki lembaga Wali Songo dalam periode terakhir. Ia menggantikan Raden Patah,
yang naik tahta sebagai Raja Demak Bintoro yang pertama.
Analisis tersebut secara kronologis mengandung banyak kelemahan. Contohnya Sunan Ampel,
yang diperkirakan wafat pada 1445. Dalam versi ini disebutkan, seolah-olah Sunan Ampel
masih hidup sezaman dengan Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga,
dan Sunan Muria. Padahal, Sunan Kudus hidup pada 1540-an.
Adapun Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Sunan Bonang
merupakan guru Sunan Kalijaga, yang berputra Sunan Muria. Bagaimana mungkin Sunan
Ampel hidup sezaman dengan Sunan Muria? Lagi pula, tokoh Wali Songo yang disebut dalam
buku ini –Aliyuddin, Ali Akbar, dan Fatullah Khan– bukan wali terkenal di Jawa.
Nama mereka jarang ditemukan dalam historiografi tradisional, baik berupa serat maupun
babad. Padahal, di Jawa terdapat puluhan naskah kuno berupa babad, hikayat, dan serat, yang
mengisahkan para wali. Sebagian besar babad juga menggambarkan, Wali Songo hidup dalam
kurun waktu yang bersamaan.
           Para wali, menurut versi babad, dikisahkan sering mengadakan pertemuan di Masjid Demak
dan Masjid ”Sang Cipta Rasa” (Cirebon). Di sana mereka membicarakan berbagai persoalan
keagamanan dan kenegaraan. Kisah semacam ini, antara lain, dapat dibaca di Babad Demak,
Babad Cirebon, dan Babad Tanah Jawi.
Babad Cirebon, misalnya, mewartakan bahwa pada 1426, para wali berkumpul di Gunung
Ciremai. Mereka mengadakan musyawarah yang dipimpin Sunan Ampel, membentuk ”Dewan
Wali Songo”. Sunan Gunung Jati ditunjuk selaku wali katib, atau imam para wali. Anggotanya
terdiri dari Sunan Ampel, Syekh Maulana Magribi, Sunan Bonang, Sunan Ngudung alias Sunan
Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Syekh Lemah Abang, Syekh Betong, dan Sunan
Majagung.
Ditambah dengan Sunan Gunung Jati, jumlah wali itu malah menjadi 10 orang. Nama-nama
Wali Songo yang tertulis di Babad Cirebon tersebut berbeda dengan yang tersurat di Babad
Tanah Jawi. Dalam Babad Tanah Jawi, yang berasal dari Jawa Tengah, tidak ditemukan nama
Syekh Betong dan Syekh Majagung. Sebagai gantinya, akan dijumpai nama Sunan Giri dan
Sunan Drajat.
            Tapi, peran Wali Songo jelaslah tak sebatas di bidang keagamaan. Mereka juga bertindak
selaku anggota dewan penasihat bagi raja. Bahkan, Sunan Giri membentuk dinasti keagamaan,
dan secara politis berkuasa di wilayah Gresik, Tuban, dan sekitarnya. Ia mengesahkan
penobatan Joko Tingkir sebagai Raja Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya, setelah kekuasaan
Raja Demak surut.




.............Bersambung............

Minggu, 06 Januari 2013

Makan dari rezki yang halal

Alloh Itu Thoyyib Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib

      Thoyyib adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.

Pengaruh Makanan Yang Thoyyib

      Mengonsumsi sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin. Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya doa dan diterimanya amal.


Sebab-Sebab Terkabulnya Doa
  1. Musafir.
  2. Berpenampilan hina.
  3. Mengangkat kedua tangan.
  4. Mengulang-ulang doa.
  5. Menyebut Rububiyah Alloh.
  6. Mengonsumsi yang halal.
Sifat mengangkat tangan dalam doa:
  1. Mengisyaratkan dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
  2. Mengangkat tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
Adapun secara umum dengan menengadahkan kedua telapak tangan di depan dada seperti seorang pengemis yang sedang meminta-minta.

Hadits Nabi saw

 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى :  ,يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً - وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
[رواه مسلم]
 
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.
(Riwayat Muslim).
Hadits ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum syariat berporos pada hadits tersebut.
Hadits ini juga mengandung pelajaran :
1.     Dalam hadits diatas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
2.     Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
3.     Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
4.     Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
5.     Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
6.     Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
7.     Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
8.     Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
9.     Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.

10.   Dalam hadits terdapat sebagian dari sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.

Melaksanakan perintah sesuai kemampuan

Perintah dan Larangan

     Pada dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
       Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.

Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan

      Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan

Rosululloh saw bersabda


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ .
 [رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka.
(Bukhori dan Muslim)
Pelajaran yang dapat  kita ambil dari hadits di atas :
1.     Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.
2.     Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan    dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan.
3.     Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.
4.     Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit.
5.     Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.
6.     Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat.
7.     Wajib mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan.
8.     Al Hafiz berkata : Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan.
 


Mau punya buku tamu seperti ini?
Klik di sini

Tulis e-mail anda di sini